Geometri dalam Perilaku Sel Makhluk Hidup

Eko Firmansah
Eko Firmansahhttp://antinomi.org
Interested in the fields of science, engineering, history, psychology, and philosophy.

Seperti yang kita ketahui bahwa geometri mempengaruhi sistem-sistem fisis dalam fisika seperti pada benda-benda terdeformasi[1] (lunak), geometri juga mempengaruhi cara sel mahluk hidup berperilaku. Hal ini diungkapkan oleh para periset University of Pennsylvania.

Geometri dalam Perilaku Sel
Dalam sekelompok sel induk manusia yang bercahaya, satu sel terbagi. Membran sel ditunjukkan dengan warna ungu, sedangkan DNA dalam nukleus pemisah berwarna biru. Serat putih yang menghubungkan nukleus adalah spindle, yang membantu pembelahan sel. Sumber: npr.org/assets/img/2016/11/29/alpha-tubulin

Nathan Bade, seorang mahasiswa pascasarjana di Departemen Teknik Kimia dan Biomolekuler di Sekolah Teknik dan Ilmu Terapan, mengatakan bahwa sel memiliki kerangka seperti kerangka manusia yang kaku. Nathan melanjutkan bahwa dengan asumsi tersebut, dia bersama dengan tim risetnya, ingin memahami bagaimana kerangka kaku tersebut akan merespon geometri yang dibentuk.

Para peneliti tersebut memusatkan perhatian mereka pada sel otot polos vaskular, otot yang mengacu pada jenis otot polos tertentu yang ditemukan di dalamnya dan menyusun sebagian besar dinding pembuluh darah. Sel otot vaskular merupakan jenis sel yang membentuk sebagian besar pembuluh darah besar pada mamalia. Menurut Nathan, para periset yang terlibat dalam kajian ini, mungkin mengharapkan sel tersebut mencoba menghindari pembengkokan. Namun, para periset menemukan bahwa pada permukaan silinder, kenyataannya sel membentuk kerangka yang sangat bengkok. Mereka juga mendapati bahwa, dengan memanipulasi kerangka sel, mereka dapat membuat rekapitulasi pola pelurusan kerangka yang terlihat di dalam vivo (in vivo)[2].

Hasil paling penting yang telah ditemukan oleh Nathan, dkk. adalah bahwa geometri sangat penting dalam hal perilaku sel. Selama ini, permasalahan terkait hubungan antara geometri dengan perilaku sel sedikit banyak diabaikan oleh para peneliti apabila dibandingkan dengan kekakuan (ciri fisis) dan faktor-faktor lingkungan penting lainnya.

Di bawah bimbingan Kathleen Stebe, Profesor Richer &Elizabeth Goodwin di Departemen Teknik Kimia dan Biomolekuler dan wakil dekan untuk penelitian dan inovasi; Randall Kamien, Profesor Vicki dan William Abrams bidang ilmu pengetahuan alam di jurusan Fisika dan Astronomi di School of Arts and Sciences dan Richard K. Assoin, profesor famakologi di Penn’s Perelman School of Medicine, Nathan mempimpin penelitian ini. Hasil penelitian mereka telah diterbitkan dalam Science Advance 2017.

Sebuah sel mamalia memiliki kemampuan untuk dapat tumbuh di permukaan dengan kekakuan (kekerasan) berbeda. Sel-sel tersebut juga memiliki cara bebeda-beda untuk mengatur perilakunya. Inilah yang memicu munculnya pertanyaan geometri: dapatkah sebuah sel melihat bentuk batasnya? Kajian yang dilakukan Nathan adalah kajian untuk permasalahan struktur silinder dengan alasan bahwa bentuk ini paling umum dalam biologi.

Untuk menyelidiki masalah ini, Nathan melapisi silinder dengan molekul-molekul yang membuat mereka mematuhi sel dan selanjutnya diamati dan mengumpulkan informasi tentang cara sel berperilaku saat mereka sedang tumbuh pada batas yang melengkung tersebut. Para peneliti menggunakan powerful confocal microscope yang memberi mereka informasi tentang sister tersebut secara 3-dimensi.

Para peneliti mampu memperlakukan stress fibers, sitoskeleton[3] aktif di dalam sel, sehingga dapat berpendar. Dengan memanfaatkan laser untuk mengumpulkan cahaya dari bagian sampel yang sangat kecil, powerful confocal microscope menghilangkan semua cahaya di luar fokus. Keadaan semacam ini menghasilkan gambar beresolusi tinggi dari sebuah piranti yang memungkinkan para periset melihat bahwa populasi stress fibers yang berada di atas sel sejajar terhadap populasi lain yang ada di bawahnya.

Geometri dalam Perilaku Sel
Sitoskeleton eukariota. Aktin digambarkan dengan warna merah dan mikrotubulus dengan warna hijau. Struktur berwarna biru ialah inti sel. Sumber: wikimedia.org/wikipedia/commons/0/09/FluorescentCells.jpg

Mereka mendapati bahwa ukuran silinder mempengaruhi respon sel-sel tersebut. Semakin besar silinder, yang menghasilkan geometri planar lebih sedikit, semakin sedikit stress fibers yang menyelaraskan. Karena silinder dengan ukuran lebih kecil memiliki kelengkungan yang lebih besar, maka stress fibers sejajar lebih kuat di sekitar mereka.

Salah satu anggota peneliti Stebe mengatakan bahwa satu populasi stress fibers sejajar sepanjang sumbu, dan yang lainnya membungkus (menyelimuti) silinder. Dikatakan juga bahwa terdapat pola yang sangat berbeda, tidak halus, sehingga muncul pertanyaan mengapa ini dapat terjadi.

Dengan menggunakan obat yang dirancang khusus untuk mengaktifkan Rho[4] di dalam sel dan membuat stress fibers lebih tebal dan berpotensi lebih kaku, para periset memutuskan untuk melihat apakah peningkatan kekuatan ini akan mengurangi stress fibers dari pembungkus di sekitar silinder. Tetapi, yang mengejutkan adalah para peneliti menemukan bahwa perlakuan ini benar-benar menghilangkan serat yang disejajarkan sepanjang sumbu dan menebalkan serat yang dibungkus.

Pengaturan ulang oleh para peneliti rupanya sangat mencolok. Peneliti menganggapnya sebagai sel-sel yang melakukan perhitungan matematis (kalkulus). Sel-sel tersebut mampu merespon kelengkungan yang mendasarinya. Dengan demikian, kelengkungan adalah isyarat yang memainkan peran yang sangat kuat baik dalam pengorganisasian sel itu sendiri maupun struktur mikro di dalam sel. Populasi stress fibers ini dapat dimanipulasi dengan menggunakan obat-obatan yang mengubah kekakuan, di antara yang lain. Dan, setelah manipulasi ini, stress fibers mempertahankan keberpihakan yang sangat kuat. Ini merupakan bukan argumen biasa untuk pembentukan pola dalam biologi.

Untuk menindaklanjuti hasil ini, tim melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap isyarat kelengkungan dan geometri dan batas yang lebih kompleks.

Hasil penelitian yang diperoleh ini merupakan hasil yang sangat menarik yang memicu banyak pertanyaan terbuka. Salah satunya adalah bagaimana memahami mekanistime secara rinci. Apa sebenarnya yang terjadi dengan sel tersebut sehingga menyebabkan satu populasi menjadi sangat “bengkok” dan lainnya sangat lurus? Selain itu, para peneliti juga saat ini sedang dalam proses membuat permukaan melengkung yang lebih kompleks untuk melihat bagaimana sel-sel tersebut merespon ketika menghadapi kelengkungan yang jauh lebih ekstrim.

Menurut Bade, penelitian ini telah menghasilkan temuan mendasar yang menyoroti bagaimana sel berinteraksi dengan lingkungan mereka, yang sangat penting dalam memahami sel terkait dengan apa yang dilakukannya di dalam tubuh manusia.

Penelitian dari University of Pennsylvania memberikan penjelasan bahwa untuk memahami cara sel-sel merasakan “kekakuan”, merupakan stimulus lingkungan dan bukan merupakan sinyal kimia terlarut. Dan ternyata, hasil ini sangat penting dalam mengatasi masalah kanker dan berbagai penyakit lainnya. Sehingga hasil penelitian yang dilakukan oleh Nathan yakni memahami cara sel merasakan dan merespon geometri juga merupakan temuan yang penting.

Para periset juga menunjukkan bahwa, pada tingkat yang paling mendasar, mereka dapat mengelompokkan struktur internal sel. Pola di struktur tersebut memiliki implikasi penting dalam perilaku pergerakan sel seperti migrasi dan proliferasi. Kemampuan sel-sel ini untuk membagi dan bermigrasi dengan cepat dapat dipengaruhi oleh geometri dan kelengkungan medan yang dilaluinya.

Salah satu anggota peneliti, Assoian, mengatakan bahwa berdasarkan kemampuan mengorganisir mendatangkan kemampuan untuk menginterogasi. Hal ini seharusnya merupakan peranti bagus yang memungkinkan peneliti dapat mengatur sel dan substruktur untuk interogasi lainnya. Pertanyaan lain yang menarik dari penelitian ini adalah ketika hendak membangun struktur dari sel, yakni apakah organisasi sel dan sub struktur ini dapat memberi respon-respon baru dalam sel yang identik? Akan sangat menarik apabila hasil ini mampu dieksploitasi untuk sel-sel dalam kasus penyembuhan luka, atau interaksi sel-batas untuk implan[5].

Hasil lain yang diperoleh dari penelitian ini, selain tentang wawasan baru tentang prinsip-prinsip dasar yang digunakan sel untuk menafsirkan geometri permukaan, adalah dapat dicapai pemahaman yang lebih mendalam mengenai sel otot polos dan sitoskeletmonnya berkontribusi pada pembentukan pembuluh darah selama pengembangan dan mungkin juga cara merombak pembuluh darah mereka pada penyakit vaskular[6]. Dan karena dianggap bahwa respon terhadap geometri ini tidak terbatas pada sel otot polos, penginderaan geometri menjadi batas baru dalam bidang biologi.

Penelitian ini didukung oleh Graduate Assistance in Areas of National Need Grant AQ15 P200A120246, National Science Foundation Grant DMR1262047, sebuah hibah Investigator Simons dari Yayasan Simons dan Lembaga Kesehatan Nasional memberikan HL119346 dan HL115553.[]

Catatan kaki:

[1] Dalam mekanika (fisika), setiap tubuh atau benda yang mengalami perubahan bentuk sebagian atau keseluruhan baik secara satu dimensi (panjang), luasan, volume (atau kombinasi antara dua di antaranya dan juga kombinasi keseluruhan) pada saat dikenai oleh gaya eksternal apa pun disebut dengan nama benda-benda terdeformasi. Benda-benda terdeformasi memiliki ciri khas bahwa gerak bagian-bagian tubuhnya dapat digambarkan sebagai penjumlahan translasi, rotasi, dan kontraksi dalam ruang 3-dimensi.

[2] Adalah efek berbagai entitas biologis yang diuji pada keseluruhan organisme hidup atau sel, biasanya hewan, termasuk manusia, dan tumbuhan, ketika bertentangan dengan ekstrak jaringan atau organisme mati.

[3] Sitoskeleton atau kerangka sel adalah jaring berkas-berkas protein yang menyusun sitoplasma dalam sel. Setelah lama dianggap hanya terdapat di sel eukariota, sitoskeleton ternyata juga dapat ditemukan pada sel prokariota. Dengan adanya sitoskeleton, sel dapat memiliki bentuk yang kokoh, berubah bentuk, mampu mengatur posisi organel, berenang, serta merayap di permukaan.

[4] Rho adalah istilah dalam penghentian transkirpsi (dalam biologi molekuler) atau terminator. Terdapat dua kategori yakni rho-independent dan rho-dependent.

[5] Implan adalah suatu peralatan medis yang dibuat untuk menggantikan struktur dan fungsi suatu bagian biologis.

[6] Penyakit Vaskular Perifer adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan pembuluh nadi di luar jantung dan otak, yang biasa disingkat menjadi PVP. Pembuluh darah yang biasanya terjangkit penyakit ini adalah pembuluh darah yang menyalurkan darah ke lengan, kaki, dan organ tubuh di bawah perut.

Referensi:

  1. Sommmerfeld, A. Mechanics of Deformable Bodies, 1950, Academic Press Inc. New York. page 1.
  2. https://denikrisna.wordpress.com/tag/biologi-molekuler/
  3. https://id.wikipedia.org/wiki/Implan
  4. https://www.docdoc.com
  5. Nathan D. Bade, Randall D. Kamien, Richard K. Assoian, Kathleen J. Stebe. Curvature and Rho activation differentially control the alignment of cells and stress fibers. Science Advances, 2017; 3 (9): e1700150

Bacaan Lainnya