Filsafat Analitik Telah Mati dan Matematika Menaruh Bara Api di Atasnya

Filsafat analitik Indonesia dapat menjadi burung manyar, atau burung phoenix: yang bangkit dari kematian, dengan bara api matematika di atasnya.

Maria Ulfah
Maria Ulfah
Maria Ulfah adalah persekutuan matematika rahasia yang bersifat kolektif dan anonim. Segala korespondensi dapat melalui abstraksimua@gmail.com. Matematika mesti bertujuan untuk seMuA.

Apa Tuhan Allah di atas sana juga mengecek angka-angka sinting seperti ini agar alam semesta kita tidak meledak?

Mangunwijaya (1981)

Romo Mangun sudah memperingatkan bahwa jika disuruh menghitung dan memberitahukan sekian ribu variabel dan faktor yang begitu kompleks, komputer memang hebat tak terperi. Apa yang luput dari syarat itu semua adalah satu syarat mutlak: jikalau. Dari jikalau inilah pemodelan itu dapat jadi penolong, pembunuh, sahabat, atau perusak.

Romo Mangun mengakhiri konstruksi paragrafnya dengan taktis,

Ya, inilah susahnya. Negeri ini tidak punya ahli matematika. Dan kalau punya, mereka toh tidak laku dalam dunia korup di negeri ini. Dari penyelidikan Anda, apakah tampak ada kesengajaan di dalam kebodohan ini?

Mangunwijaya (1981)

Burung-burung manyar bercerita dengan lugas. Di balik kertas-kertas penuh uraian abstrak, tanda kode dan angka-angka yang sangat ruwet, sebenarnya terdapat kekeliruan dan tipuan massal, jikalau itu dilakukan dengan sengaja.

Dari jikalau ini, apa filsafat analitik seorang penolong, pembunuh, sahabat, atau perusak?

Tiga Menguak Akhir

Bagi seorang tukang palu, semuanya terlihat seperti paku. Logika bukan cuma sekadar alat saja, dalam bahasa Heidegger: lebih sedikit kita melihat paku, maka akan lebih banyak kita melihat palu. Matematika memiliki siasatnya sendiri: seni memberi nama bagi “duplikat-duplikat” palu tersebut.

Filsafat analitik bukan kontinental, tapi memilih lebih tumpul ketimbang palu Heidegger. Logika sekadar alat saja, karena kita dapat memilih paku untuk palu yang sesuai. Ahnaf dan Arkhano (2024) mengikat “duplikat-duplikat” palu tersebut, lalu memotongnya secara brutal. Mereka tidak hanya menyisihkan jalan tengah (prinsip non-kontradiksi), melainkan juga menyisihkan dunia matematika.

Lebih banyak melihat palu, maka akan lebih sedikit melihat paku.

Maria Ulfah (lih. Ulfah, 2024) akan tunjukkan itu.[1]

Penyelidikan ini tidak akan bergulir, jika pertanyaan yang menggelinding kepada Ahnaf dan Arkhano, diterima secara lapang.

Dari jikalau inilah pemodelan itu dapat jadi penolong, pembunuh, sahabat, atau perusak.  

Maria Ulfah akan buktikan itu.

Matematika memiliki siasatnya sendiri: seni memberi nama bagi “duplikat-duplikat” palu tersebut. Jikalau pemodelan Ahnaf dan Arkhano menyisihkan jalan tengah dan menyisihkan dunia matematika, maka ia menyisipkan bahasa sebagai alat tunggal dan jalan satu-satunya.

Bagi seorang tukang palu, semuanya terlihat seperti paku. Bagi second order science, palu ini justru memalukan. Filsafat analitik tampak seperti terpaku, ketika diinvasi balik oleh first order science.

Maria Ulfah akan memalukan itu.

Pernyataan ini tidak akan menggelinding jika pertanyaan yang bergulir kepada Ahnaf dan Arkhano diterima secara tenang.

Romo Mangun meringkusnya dengan puitis, “Perang tidak bisa dimenangkan dengan emosi. Tetapi perhitungan yang dingin.”

Apa Tuhan Allah di atas sana juga mengecek angka-angka sinting seperti ini agar alam semesta kita tidak meledak?

Filsafat analitik telah mati, dan matematika menaruh bara api di atasnya. Dari jikalau inilah Ahnaf dan Arkhano dapat jadi penolong, atau pembunuh, sahabat, atau perusak. Kerangka dan pola persamaan dasar–yang disebut model harus benar–tetapi bila pola itu keliru seluruh semesta akan rusak juga.

Burung Manyar punya siasatnya sendiri, “Saya menduga mereka akan menyembunyikan kekeliruan itu terhadap pemeriksaan pihak Indonesia.”

Ya, inilah susahnya. Negeri ini tidak punya ahli matematikaDan kalau punya, mereka toh tidak laku dalam dunia korup di negeri iniDari penyelidikan Anda, apakah tampak ada kesengajaan di dalam kebodohan ini?

Apa yang luput, dari syarat itu semua, satu syarat mutlak: jikalau. Jikalau penyelidikan menyisihkan jalan tengah, maka dunia matematika menyisipkan bahasa sebagai alat tunggal, sehingga tampak terdapat kesengajaan pernyataan dari Ahnaf dan Arkhano, dan juga kebodohan.

Tiga menguak akhir. Satu, Maria Ulfah akan memalukan itu. Dua, Maria Ulfah berpaku pada itu. Tiga, jikalau paku dan palu Ahnaf dan Arkhano tetap tumpul, Maria Ulfah tidak akan memotongnya secara brutal.

Filsafat analitik Indonesia dapat menjadi burung manyar, atau burung phoenix: yang bangkit dari kematian, dengan bara api matematika di atasnya.


Catatan Akhir

[1] Tiga Menguak Akhir menyadur judul karya Chairil Anwar, Rivai Apin, dan Asrul Sani, dengan konten matematis yang disadur dari catatan kuliah Lurie di situsnya.


Referensi

Ahnaf, Muhammad Qatrunnada dan Rachmanda Aquila Arkhano. 2024. “Beberapa Penyimpulan Bermasalah dalam Logika Klasik,” Antinomi. Diakses pada 24 Januari 2024, https://antinomi.org/beberapa-penyimpulan-bermasalah-dalam-logika-klasik-1/

Mangunwijaya, Y.B.. 1981. Burung-Burung Manyar. Jakarta: Djambatan.

Makkai, Mihaly. 1987. Stone duality for first order logic, Adv. Math. 65 no. 2, 97-170, doi. MR89h:03067.

Lurie, Jacob. Categorical Logic. URL <https://www.math.ias.edu/~lurie/278x.html>.

_______. Ultracategories. URL <https://people.math.harvard.edu/~lurie/papers/Conceptual.pdf>.

Caramello, Olivia. 2017. TheoriesSitesToposesRelating and studying mathematical theories through topos-theoretic bridges’,  Oxford: Oxford University Press.

Ulfah, Maria. [Epsilonprince]. (2024, Januari 27). Pertanyaannya: apa basis B yang digunakan @mqahnaf sedemikian skema induksi atas artikelnya di @antinomiorg dapat stabil, konsisten, dan tertutup? [Unggahan (tweet)]. X. https://x.com/epsilonprince/status/1751020807579701705?s=61

Bacaan Lainnya