Realisme ilmiah: Sebuah Pengantar Singkat

Dalam filsafat sains terjadi perdebatan antara pihak realisme ilmiah dan pihak yang berseberangan dengannya, yaitu antirealisme atau instumentalisme.

Albi Abdullah
Albi Abdullah
Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN Bandung

Terdapat perdebatan yang cukup klasik dalam filsafat di antara dua kubu yang bersebrangan. Perdebatan tersebut terjadi antara kubu realisme dan idealisme. Realisme berpendapat bahwa ada suatu dunia fisik yang sifatnya independen dari pikiran dan persepsi manusia. Idealisme menolak pendapat tersebut, dan mengklaim bahwa dunia fisik itu tergantung pada pikiran dan persepsi manusia. Bagi sebagian besar orang mungkin realisme terdengar lebih masuk akal ketimbang idealisme. Realisme terlihat lebih sesuai dengan akal sehat karena fakta-fakta di luar sana memang menunggu untuk ditemukan.

Perbedaan pendapat antara realisme dan idealisme tadi termasuk ke dalam pembahasan metafisik. Fokus tulisan ini lebih secara khusus mengarah pada perdebatan dalam konteks filsafat sains, yang dari segi tertentu memiliki irisan dengan perdebatan metafisik tadi. Perdebatan dalam filsafat sains terjadi antara pihak realisme ilmiah dan pihak yang berseberangan dengannya, yaitu antirealisme atau instumentalisme.

Lalu apa itu realisme ilmiah (atau scientific realism)? Realisme memiliki gagasan bahwa sains bertujuan unuk memberikan gambaran yang benar tentang dunia. Jadi, teori sains yang baik adalah teori yang benar-benar menggambarkan dunia (Okasha 2016: hal 55). Untuk memperjelas pemahaman kita tentang realisme ilmiah, kita akan melihat pemahaman tersebut dari tiga segi, yaitu: segi ontologis atau metafisik, segi semantik, dan segi epistemologis.

Secara ontologis, realisme ilmiah berpegang pada gagasan bahwa ada keberadaan dunia yang tidak tergantung pada pikiran, yang mana dunia ini diselediki oleh sains. Secara semantik, realisme ilmiah mendasarkan pada gagasan bahwa segala klaim tentang entitas ilmiah (meliputi proses, karakteristik atau sifat, relasi) memiliki nilai yang dapat ditentukan benar-salahnya. Secara epistemologi, realisme ilmiah berpegang pada gagasan bahwa klaim ilmiah/teoretis merupakan klaim yang berisi pengetahuan tentang dunia atau pengetahuan yang berisi gambaran dunia (Chakravartty 2017).

Berbeda dengan realisme ilmiah, antirealis memiliki gagasan bahwa tujuan sains adalah untuk menemukan teori yang memadai secara empiris, dalam arti mampu memprediksi dengan benar hasil percobaan dan pengamatan. Dengan kata lain bagi kelompok antirealis, pertanyaan perihal apakah suatu teori benar-benar menggambarkan dunia tidaklah penting.

Perbedaan pendapat antara realisme dan antirealisme ini semakin meruncing ketika membahas apa yang disebut entitas takteramati. Ambil contoh misalnya dalam fisika, fisika telah mencapai tahap di mana ia menjelaskan entitas seperti atom, elektron, quark. Entitas-entitas seperti itu tidak dapat diamati secara langsung, dalam arti tanpa bantuan alat. Kelompok realis berpendapat bahwa teori fisika yang membahas entitas-entitas tersebut adalah teori yang benar-benar menggambarkan dunia (Okasha 2016: hal 55).

Bagi antirealis, entitas-entitas itu hanya dipahami sebagai suatu entitas yang membantu memprediksi fenomena yang diamati. Sebagai upaya untuk memahami lebih lanjut, kita ambil contoh teori kinetik gas. Teori ini pada intinya menyatakan bahwa setiap volume gas mempunyai sejumlah entitas yang bergerak.

Entitas ini merujuk pada molekul yang termasuk ke dalam entitas yang takteramati. Dari teori ini kita bisa mengambil beberapa konsekuensi, misalnya bahwa ketika balon udara diletakan di bawah sinar matahari maka balon itu akan meletus. Mengapa itu terjadi? karena terjadi kenaikan suhu di balon tersebut.

Kembali ke anti realisme, menurutnya apakah udara dalam balon itu terdapat molekul yang bergerak atau tidak bukanlah persoalan yang penting. Hal penting dari teori itu adalah karena ia mampu memprediksi pengamatan atau karena ia memberi prediksi bahwa jika balon diletakan di bawah sinar matahari maka balon akan meletus. Oleh karena itu antirealisme sering juga diberi label instrumentalisme karena bagi instrumentalisme, teori ilmiah hanya dijadikan sebagai instrumen yang membantu menjelaskan serta memprediksi fenomena yang diamati.

Salah satu gagasan yang mendukung antirealis adalah gagasan yang menyatakan bahwa kita tidak dapat mendapatkan pengetahuan tentang entitas-entitas yang takteramati, karena hal itu berada di luar jangkauan manusia. Gagasan bernada pesimis itu jika kita tarik berawal dari empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan manusia terbatas pada apa yang dapat dialami (Okasha 2016: hal 56).

Gagasan lain yang berada di pihak antirealis berasal dari kelompok positivisme logis. Keyakinan dan pertanyaan ontologis yang dipegang oleh realisme ilmiah perihal dunia yang independen dari pikiran manusia adalah omong kosong dan tidak bermakna. Pembahasan seputar bagaimana relasi antara sains dan realitas adalah pembahasan yang dianggap membuang-buang waktu. Bagi kelompok ini, proposisi ilmiah dikatakan bermakna sejauh ia mengacu dan dapat diinterpretasikan pada sensasi-sensai yang dialami. Sebagaimana empirisme, kelompok ini menganggap bahwa entitas-entitas takteramati berada di luar jangkauan kita. Bahasa dan pikiran tidak dapat mencapai sejauh itu (Godfrey-Smith 2003: hal 180-181).

Setelah melihat sedikit perbedaan pendapat di antara dua kelompok, kini kita tiba pada bagian tentang argumen-argumen apa saja yang mendukung posisi realisme ilmiah. Argumen pertama adalah the ‘no miracle argument‘ atau argumen tanpa keajaiban. Teori-teori yang mengandaikan entitas tak teramati banyak yang berhasil secara empiris, dalam arti mampu membuat prediksi yang baik tentang fenomena-fenomena makroskopik. Selain itu, teori-teori ini juga berhasil diterapkan dalam teknologi.

Dari penjelasan di atas, argumen tanpa keajaiban menyatakan bahwa akan menjadi sebuah kebetulan yang luar biasa bila entitas-entitas takteramati seperti elektron dan atom dianggap tidak ada, sedangkan di sisi lain teori yang meangandaikan entitas-entitas itu mampu memprediksi fenomena makroskopik secara tepat dan berhasil diterapkan dalam teknologi. Dengan kata lain, entitas-entitas tak teramati itu harus dianggap benar-benar ada jika tidak ingin memandang keberhasilan prediksi dan aplikasi sains dalam teknologi sebagai sebuah keajaiban (Okasha 2016: hal 59).

Argumen tanpa keajaiban dapat diekspresikan lebih dalam bentuk berikut:

  1. P
  2. Penjelasan terbaik untuk fakta P adalah bahwa Q benar
  3. Oleh karena itu, Q benar

P merujuk pada fakta bahwa sains mampu memprediksi fenomena secara akurat dan berhasil diterapkan pada teknologi. Sedangkan “Q” merujuk pada entitas-entitas tak teramati merupakan entitas yang benar-benar ada, bukan sekedar entitas yang berguna sejauh ia mampu memprediksi fenomena dengan tepat. Dibahasakan secara lain, penjelasan terbaik untuk menjelaskan keberhasilan prediksi dan aplikasi adalah karena keberadaan entitas yang tak teramati tersebut (Rosenberg and McIntyre 2020: hal 141-142).

Argumen kedua adalah perihal perbedaan entitas teramati dan entitas tak teramati. Sejauh kita menerima begitu saja bahwa kursi, meja, dan laptop adalah entitas teramati, sedangkan elektron, atom, dan quark adalah entitas yang takteramati. Namun, pada kenyatannya perbedaan tersebut cukup problematis secara filosofis. Perdebaan tersebut juga secara prinsip tidak mungkin dibuat dengan tegas.

Mengapa argumen ini dikatakan mendukung posisi realisme ilmiah? Sebab antirealis berpendapat bahwa sains tidak dapat memberi kita pengetahuan tentang entitas-entitas takteramati, yang secara implisit menganggap terdapat perbedaan secara tegas antara yang teramati dan yang tidak. Jika perbedaan ini tidak dapat digambarkan secara jelas dan memuaskan, maka antirealisme berada dalam posisi yang cukup bermasalah (Okasha 2016: hal 62-63).

Menanggapi argumen kedua ini, antirealis bisa saja mengelak dengan berpendapat bahwa argumen ini sekedar menunjukan kekaburan istilah entitas yang teramati dan takteramati. Kekaburan istilah bagi antirealis tidak mengimplikasian bahwa perbedaan entitas yang teramati dan yang takteramati tidaklah ada. Kendati begitu, antirealis masih harus memberikan penjelasan perihal mengapa pengetahuan tentang entitas-entitas takteramati itu tidak mungkin.

Demikian penjelasan singkat mengenai realisme ilmiah dan tanggapan terhadapnya. Tentu kedua argumen yang disebut sebagai pendukung posisi realisme ilmiah mendapatkan beragam respon dan tantangan.


Referensi

Chakravartty, Anjan. 2017. “Scientific Realism.” Plato Stanford. Retrieved (https://plato.stanford.edu/entries/scientific-realism/).

Godfrey-Smith, Peter. 2003. An Introduction to The Philosophy of Science: Theory and Reality. London: The University of Chicago Press.

Okasha, Samir. 2016. Philosophy Of Science: A Very Short Introduction. United Kingdom: Oxford University Press.

Rosenberg, Alex, and Lee McIntyre. 2020. Philosophy of Science: A Contemporary Introduction. New York: Routledge.

Bacaan Lainnya