Steven French: Tidak Ada yang Namanya Teori Saintifik

Saran saya adalah untuk memotong kebingungan yang muncul ketika mencoba untuk mengidentifikasi apa persisnya sebuah teori dan kemudian menolak bahwa ada sesuatu yang disebut sebagai teori.

Moh. Gema Gema
Moh. Gema Gema
Penulis adalah lulusan Fakultas Filsafat UGM yang memiliki minat fokus kajian dalam ranah metafisika dan filsafat sains

Berikut ini adalah terjemahan dari salah satu artikelnya Steven French yang berjudul “There is No Such Thing as A Scientific Theory” yang dimuat di The Institute of Art and Ideas pada tangal 9 Juli 2021. Teks artikel ini diterjemahkan dan diterbitkan di situs Antinomi Institute untuk keperluan diseminasi epistemik dan atas izin dari penulisnya dan pihak The Institute of Art and Ideas.


Kita selalu berpikir bahwa sains merupakan sebuah praktik yang memproduksi teori, sebuah hasil akhir dari pekerjaan para saintis. Tapi ketika kita mencoba untuk mengidentifikasi benda macam apa teori itu, kita akan menghadapi sebuah masalah besar: tidak ada pendekatan yang tersedia yang secara akurat menggambarkan apa yang kita tahu tentang bagaimana saintis bekerja. Mungkin kita harus meninggalkan gagasan bahwa sains memproduksi teori secara bersamaan dan berganti fokus pada praktik aktual para saintis. Jika kita melakukannya, kita tidak hanya mendapatkan sebuah pemahaman yang lebih baik atas sejarah dan filsafat sains, tapi kita akan semakin dekat pada jawaban dari pertanyaan terbesar dari semuanya: “bagaimana sains bekerja secara aktual?”

Apa itu teori saintifik? Kita dapat merujuknya pada setiap buku dan artikel, seminar dan You Tube yang membicarakan semua jenis teori yang dipresentasikan dan didiskusikan tapi hal tersebut akan menjadi ganjil, untuk mengatakannya paling tidak, ambillah setiap buku atau artikel tersebut dan identifikasi teori yang dipilih dengan hal-hal tersebut. Ambillah Teori Relativitas Umum sebagai contoh. Kita dapat memegang dan membaca publikasi jurnal aslinya Einstein tapi, lagi-lagi, akan menjadi ganjil jika kita menganggap artikel jurnal tersebut sebagai teorinya, paling tidak karena artikel jurnal tersebut ditulis dalam bahasa Jerman, yang artinya terjemahan bahasa Inggrisnya dan re-presentasinya dalam buku yang takterhitung banyaknya dan artikel jurnal lainnya merupakan sesuatu yang lain, sesuatu yang bukan teori tersebut.

Jika dipertimbangkan sebagai sebuah entitas dari jenis tertentu, Teori Relativitas Umum nampaknya mentransendensi manifestasi fisik tersebut. Bahkan, banyak yang menyarankan bahwa teori secara umum merupakan sesuatu yang abstrak, seperti bilangan, atau yang lebih kontroversialnya mungkin, karya seni musik. Karl Popper, contohnya, berargumen bahwa selain dunia fisik dan dunia entitas mental, terdapat sebuah ‘Dunia Ketiga’, dihuni bukan hanya oleh teori saintifik tetapi juga oleh musik, seperti Beethoven’s Fifth Symphony dan karya sastra, seperti Hamletnya Shakespeare,menunggu untuk ditemukan. Akhir-akhir ini Amy Thomasson mempresentasikan sebuah pandangan yang mirip, berargumen bahwa karya seni demikian, dan teori saintifik, dapat disikapi sebagai ‘artefak abstrak’ yang dibawa pada keberadaan oleh intensi penciptanya. Namun pandangan demikian, meskipun canggih sebagaimana adanya, berselisih dengan apa yang kita kenal tentang proses kemunculan dengan sebuah teori.

Dimanakah teori itu? Langkah, salah langkah dan proto-teori

Pertimbangkan lagi Teori Realtivitas Umumnya Einstein. Teori ini tidak hanya muncul begitu saja pada kepalanya Einstein dalam bentuk semacam ‘bola lampu’ atau cahaya dari momen inspirasi, sebagaimana yang sering digambarkan dalam pendekatan populer karya saintifik. Langkah dan salah langkahnya, awal yang salah dan lompatan dramatik ke depan yang Einstein ambil telah direncanakan dan sekarang kita memiliki pemahaman yang bagus dari gerak heuristik yang menuntun Einstein dari pemikiran pertamanya pada tahun 1907 hingga presentasi himpunan inti dari persamaan ke Prussian Academy of Sciences pada tahun 1917. Jadi, kapan, persisnya, dalam proses tersebut teori ditemukan atau lahir ke dunia ini? Mengambil waktu di mana dia membuat perhentian terakhir pembuatan makalahnya pada tahun 1917, katakanlah demikian, akan nampak arbitrer dan absurd. Alternatifnya, anda dapat mengatakan bahwa semua usaha awalnya, proto-teorinya dan usaha setengah-jalan juga ada ‘di sana’ sebagai entitas abstrak di Dunia Ketiga, atau apapun itu. Namun biar bagaimanapun, jika kasusnya demikian, dan tentu saja tidak hanya untuk karya Einstein tapi juga semua teori, maka dunianya Popper akan sangat sesak dipenuhi oleh populasi teori! Dalam kasus lain, akan sangat sulit untuk menyesuaikan pandangan atas teori ini sebagai ‘di luar sana’ dengan apa yang kita tahu tentang praktik aktual penteorian.

Saran saya adalah untuk memotong kebingungan yang muncul ketika mencoba untuk mengidentifikasi apa persisnya sebuah teori dan kemudian menolak bahwa ada sesuatu yang disebut sebagai teori. Tentu saja terdapat keberatan yang dapat diajukan: kita berbicara tentang teori, kita menggambarkannya, melekatkan berbagai atribut padanya, dan sebagainya. Jadi, kita mungkin akan mengatakan bahwa “Relativitas Umum itu elegan” atau mungkin dengan lebih biasa saja, “Relativitas Umum telah terkonfirmasi oleh observasi LIGO atas gelombang garvitasional”. Apa yang membuat pernyataan ini benar jika bukan kepemilikan kualitas tertentu oleh teori itu sendiri? Biar bagaimanapun, terdapat banyak kasus di mana fitur yang membuat pernyataan benar secara aktual, tidak secara langsung mengacu pada atau oleh pernyataan itu sendiri. Pertimbangkan contoh lain: “Meja yang saya pakai untuk mengetik tulisan ini adalah benda padat”, secara fundamental, apa yang membuat pernyataan tersebut benar adalah penyusunan kumpulan partikel elementer yang relevan. Dalam kasus ini, apa yang membuat pernyataan tersebut benar tidak muncul dalam pernyataan tersebut sama sekali. Demikian juga, kita dapat menganggap “Relativitas Umum telah terkonfirmasi oleh observasi LIGO atas gelombang garvitasional” menjadi benar dengan berbagai praktik yang ikut serta dalam membuat observasi tersebut, bersama dengan praktik teoretis yang ikut serta dalam menurutnkan prediksi yang relevan (secara orisinil dibuat oleh Einstein sendiri pada tahun 1916). Apa yang membuat “Relativitas umum itu elegan” benar tidak mudah, lagi-lagi akan mengikutsertakan praktik tertentu yang menyinggung, mungkin, bagaimana himpunan simbol tertentu diletakan dalam sebuah orde tertentu, atau, alternatifnya, berkaitan dengan bagaimana sebuah lingkup fenomena tertentu dapat dijelaskan dalam sebuah cara yang sangat sempit. Jadi, kita dapat mengeliminasi teori sebagai sesuatu yang eksis dalam Dunia Ketiganya Popper, katakanlah demikian, tapi masih menganggap pernyataan yang menyinggungnya sebagai sesuatu yang benar. (Kita juga dapat membuat sebuah gerakan yang mirip ketika kasusnya adalah meja dan kita mengeliminasinya juga, tapi itu lebih dapat diperdebatkan!)

Kenapa Thomas Kuhn Salah

Terdapat beberapa hal lagi yang harus dibicarakan, tentu saja, tapi apa yang ingin saya eksplorasi di sini adalah implikasi dari pergantian ini dari sebuah fokus pada teori sebagai sesuatu dari jenis tertentu, pada praktik yang membuat benar pernyataan tersebut bahwa maksud darinya—secara partikular, implikasinya untuk pemahaman kita tentang sains, dan sejarahnya. Jadi, mari pertimbangkan satu dari sekian banyak buku tentang sejarah sains yang terkenal membuka perspektif baru yang sepenuhnya berbeda tentang pemahaman kita terhadap bagaimana sains bekerja: The Structure of Scientific Revolution, karya Thomas Kuhn. Menurut Kuhn, sains beralih dalam cara berikut: dalam sebuah disiplin yang terberi, terdapat sebuah ‘paradigma’ yang dominan, diorganisasi di sekitar teori yang diinterpretasi sebagai sebuah jenis contoh yang membentuk apa yang Kuhn sebut sains ‘normal’. Pada akhirnya, biar bagaimanapun, anomali mulai mengakumulasi dirinya, dalam bentuk fenomena bahwa teori tidak dapat menjelaskan, dan sebuah makna krisis dipegang teguh hingga terdapat sebuah pergantian kepada sebuah paradigma baru, dengan sebuah teori baru pada intinya dalam artian sains normal yang mana yang dapat sekali lagi diwujudkan, walaupun dalam sebuah bentuk yang berbeda dari sebelumnya. Sebuah contoh yang mungkin muncul dan sesuai watak ini adalah apa yang disebut Revolusi Kuantum pada abad ke-20 awal yang mana teori mekanik ‘klasik’ yang bermula dikembangkan oleh Newton yang berusaha untuk membuat pendekatan untuk sebuah jarak dari fenomena, dari spektrum atomik hingga efek fotoelektrik. Ketika beberapa fenomena anomali bertumbuh, teorinya Newton digantikan oleh mekanika kuantum baru Bohr, Heisenberg dan Schrödinger dan sebuah ‘paradigma’ baru terpancang.

Biar bagaimanapun, fokus Kuhn pada teori yang digantikan dalam pergantian yang mendadak itu menyesatkan. Kuhn sendiri berbicara sedikit sekali tentang teori kuantum dalam bukunya yang terkenal, mungkin karena ketika dia mengadakan wawancara dengan fisikawan kuantum tersebut untuk proyek Oral Histori-nya American Institute of Physics pada tahun 1960 awal, wawancara tersebut dengan tabah menolak untuk mengikuti narasi di atas. Jika, malahan, kita melihat pada praktik yang bervarian, baik yang teoretis maupun yang eksperimental, yang bertaut pada waktunya, sebuah gambaran yang sangat berbeda muncul yang mana aliran berbeda datang bersama dan bersatu atau berpisah dan memudar secara bersamaan, pendekatan yang berbeda diusulkan dan dikembangkan, dan ditunjukan menjadi berinter-relasi dan pendirian yang berbeda diambil untuk memahami bagaimana perkembangan tersebut. Hanya sebuah perpaduan pada beberapa varian buku yang diproduksi pada waktu tersebut yang akan menunjukan praktik yang berbeda dalam memainkan dan berfokus pada hal tersebut dan pandangan yang berbeda yang mewujud, menunjukan sebuah gambaran yang lebih bernuansa dan lebih kaya. Bahkan, dengan praktik tersebut membawa pada muka, sangatlah sulit untuk menghindarkan konklusi yang klaimnya bahwa terdapat sebuah poin pada yang lama, pandangan ‘klasik’ tentang dunia telah digulingkan secara dramatis itu adalah satu yang telah dibaca kedalam sejarah secara retrospektif dan dari sebuah pendirian yang berorientasi-teori. Bergerak jauh dari hal tersebut dan penjatuhan gagasan bahwa teori berada di luar sana di suatu tempat, sebagai abstraktor abstrak yang mana para ilmuan akan secara natural condong, membebaskan kita untuk membayangkan sebuah sejarah yang subtil dan lebih mutakhir.

Melampaui Analogi Seni dari Representasi

Mengubah cara kita berpikir tentang teori juga memungkinkan untuk perspektif baru tentang bagaimana kita memahami suatu permasalahan seperti sifat alamiah representasi saintifik. Tipikalnya, diskusi permasalahan tersebut berorientasi begitu saja di sekitar suatu komparasi dengan representasi dalam seni, dengan pendekatan yang mendetail dan kompleks yang mengakomodasi baik itu lukisan, di satu sisi, dan teori saintifik, di sisi lain. Bagaimanapun, disiplin demikian mencakup kerangka yang mendorong pandangan bahwa teori, seperti lukisan, adalah representasi yang secara esensial statis dan sama halnya dengan kerangka ini secara tipikal menganggap sebuah lukisan sebagai sesuatu, duduk di salah satu ujung hubungan representasional, dengan beberapa pemandangan atau yang lainnya pada ujung sebaliknya (pikirkanlah Haywain-nya Constable, sebagai contoh), jadi secara implisit menganggap suatu teori demikian juga, mungkin sebagai sebuah entitas abstrak, merepresentasikan beberapa fenomena atau beberapa aspek dunia.

Bergerak lebih jauh lagi dari cara berpikir demikian, membuka ruang untuk mempertimbangkan representasi dalam sains lebih cair dan bersifat sementara, lagi, baik itu prkatik teoretis maupun eksperimental akan berubah dan berkembang. Jadi, daripada berpikir bahwa perkembangan sains dalam pengertian saintis memberikan representasi fenomena yang ajek, seperti halnya seniman dengan lukisannya, kita harus berpikir tentang hal tersebut dalam pengertian yang kompleks, prkatik berantakan yang menjadi benar—pada titik tertentu, dalam konteks tertentu—klaim tentang representasi.

Lebih jauh lagi, membuat gerak tersebut mendorong kita untuk sibuk dalam mengkonstruksi pendekatan demikian untuk merefleksikan apa yang usaha kita lakukan untuk memahami bagaimana sains bekerja. Usaha untuk memahami sains dalam pengertian tentang bagaimana teori merepresentasikan fenomena haruslah pada dirinya sendiri mengerti dalam pengertian praktik tertentu bahwa pemahaman hubungan representasi tersebut dalam cara yang berbeda tapi—dan ini adalah poin krusialnya—jika tujuan lain diikutsertakan, maka bukanlah kasusnya bahwa setap cara demikian dapat dianggap lebih baik dari yang lain secara tidak ekuivokal.

Menurut salah satu posisi filosofis yang sudah berdiri lama, teori adalah himpunan pernyataan, terorganisir secara logis, sedangkan menurut posisi lainnya, yang akhir-akhir ini dominan, teori harus dipahami sebagai kumpulan model. Setiap posisi tersebut memberikan suatu pendekatan yang berbeda atas representasi saintifik, begitu juga dengan hubungan antara teori dan eviden, dan, bahkan, bagaimana sains bekerja secara lebih umum. Terdapat sejarah Panjang tentang perdebatan ketat filosofis di antara proponen yang mendukung kedua posisi tersebut tapia pa yang saya anjurkan adalah bahwa daripada menganggap kedua posisi tersebut sebagai deskripsi alternatif atas teori, sebagaimana sesuatu ‘di luar sana’, seharusnya kita mempertimbangkannya sebagai penawaran alat yang berbeda yang dapat kita gunakan untuk memahami praktik saintifik secara lebih baik lagi.

Merekonseptualisasi, baik itu rekonstruksi historis, maupun ‘pemahaman’ filosofis kita dengan berganti fokus pada praktik yang relevan, daripada pada teori sebagai sesuatu yang ajek dalam suatu alam abstrak atau lainnya, membuka gerbang pada kebaruan dan cara yang menarik tentang bagaimana kita memikirkan pemahaman kita atas sains yang dapat ditingkatkan. Kemudian lebih umum lagi, jika kita menerima bahwa tidak ada yang namanya teori, ini akan membebaskan kita untuk lebih tergugah dan mengeksplorasi respon baru terhadap pertanyaan lama, “bagaimana sains bekerja?”

Bacaan Lainnya