Pertanyaan tentang [setidaknya] bagaimana proses penciptaan tata surya kita, adalah sebuah pertanyaan yang seharusnya lazim untuk hampir setiap orang. Ini bukan pertanyaan yang ekstrim seperti halnya terbuat dari apakah alam semesta ini. Tetapi pertanyaan tersebut sudah menunjukkan [sedikit] ciri bahwa kita – sebagai salah satu makhluk bumi – mau berpikir sesuatu yang lebih dari sekedar yang tampak di sepanjang perjalanan menuju aktivitas kita. Menjawab pertanyaan dalam masalah ini berarti mengetahui atau menemukan bagaimana awan antarbintang raksasa (giant interstellar cloud) yang dikenal sebagai nebula matahari melahirkan tata surya kita dan semua yang ada di dalamnya.
Tata surya memiliki cerita yang cukup panjang untuk dapat menjadi yang seperti kita lihat saat ini. Tata surya seperti yang kita ketahui saat ini memulai kehidupan panjangnya sebagai awan gas dan debu yang berputar, berputar-putar di alam semesta tanpa arah atau bentuk.
Sekitar 4,6 miliar tahun yang lalu, awan raksasa ini menjelma menjadi Matahari kita. Proses tersebut diikuti dengan munculnya tata surya, lengkap dengan delapan planet, 181 bulan, dan asteroid yang tak terhitung jumlahnya. Secara khusus, seorang peneliti bidang fisika yang mempelajari tentang tata surya menjelaskan bagaimana semua itu dapat terjadi.
Penciptaan Tata Surya – Pertama Runtuhnya Awan Raksasa Akibat Supernova
Sebelum terbentuk menjadi serangkaian planet yang rapi dalam tata surya kita, setiap bagian atau potongan materi di tata surya adalah bagian dari nebula raksasa, yakni awan antarbintang yang mengambang. Awan raksasa ini terdiri dari debu, hidrogen, dan gas-gas lainnya. Awan raksasa tersebut mulai runtuh dengan sendirinya setelah menjadi tidak stabil secara gravitasi. Keruntuhan yang berakibat ketidak stabilan secara gravitasi tersebut disinyalir karena adanya supernova di dekatnya – bintang yang meledak – yang mengirim gelombang kejut yang beriak menembus angkasa hingga melewati awan raksasa tersebut.
Kelanjutan dari runtuhnya awan raksasa ini adalah gravitasi menyebabkan debu dan gas terus menerus tertarik ke pusat awan, sehingga membuat inti awan sangat panas dan padat.
Kejadian melalui proses seperti ini menjadi semacam efek bola salju. Semakin banyak materi yang ditarik, bagian inti semakin padat, sehingga meningkatkan gravitasi dan menarik lebih banyak debu lagi ke dalamnya. Sekitar 99,9% materi jatuh ke pusta awan dan selanjutnya Matahari terbentuk. Setelah inti awan (matahari) menjadi panas dan cukup padat memicu fusi nuklir. Kemudian cahaya tampak membanjiri tata surya untuk pertama kalinya. Sisa dari materi awan tersebut yakni 0,1% materi tetap mengorbit pada Matahari, terus mengelilingi matahai, menyebabkan awan gas berbentuk acak ini membentuk pola cakram datar. Cakram datar ini, yang disebut cakram protoplanet, adalah tempat planet terbentuk.
Penciptaan Tata Surya – Kedua Terciptanya Planet-planet
Selama cakram berputar mengelilingi Matahari, cakram mulai mendingin dan membentuk berbagai jenis material padat. Bagian cakram yang dekat dengan Matahari, temperaturnya sangat tinggi, sehingga mineral dan logam terbentuk. Dan di tepi piringan, jauh dari Matahari, lebih sedikit padatan yang mudah menguap seperti es dan amonia yang terbentuk. Saat cakram terus mendingin, padatan yang berputar ini saling menempel membentuk kelompok massa yang besar. Perlahan-lahan mereka menjadi lebih besar dan lebih besar lagi, menyapu semua debu yang tersisa, sampai mereka tumbuh menjadi planet yang kita kenal hari ini.
Material panas, berbatu di dekat pusat tata surya terbentuk menjadi planet-planet terestrial dengan inti logam: Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars. Sementara itu yang berada di tepi, raksasa gas dan es lahir: Saturnus, Jupiter, Neptunus, dan Uranus. Dengan demikian lengkaplah ke-8 planet yang mengelilingi matahari hingga saat ini.
Penciptaan Tata Surya – Ketiga Terbentuk Sabuk asteroid
Sementara itu, batu yang lolos dari tarikan planet, tersisa sebagai asteroid, tersebar melalui tata surya tanpa rumah permanen.
Banyak dari bebatuan ini mengorbit Matahari di daerah antara Mars dan Jupiter yang dikenal sebagai sabuk asteroid. Sabuk asteroid dapat berukuran sangat besar – yang terbesar, Ceres, memiliki diameter hampir 965.6 km. Lebih jauh dapat dikatakan bahwa asteroid adalah puing-puing berbatu yang tersisa dari era pembentukan planet, 4,5 miliar tahun lalu.
Asteroid-asteroid tersebut sangat berharga bagi para ilmuwan, karena mereka mengandung material yang Bumi dan planet-planet lain pada awalnya terbuat dari, membeku seiring waktu. Studi tentang batuan ini dapat memberi tahu para ilmuwan banyak tentang kondisi seperti apa di dalam cakram, ketika planet masih terbentuk.
Penciptaan Tata Surya – Padatan pertama
Banyak asteroid di tata surya mencair sejak awal dalam sejarah mereka untuk membentuk inti besi dan mantel berbatu. Selama melelehkan material yang lebih berat, logam, tenggelam ke tengah sementara batu yang lebih ringan mengapung membentuk kerak. Benda yang tidak meleleh adalah sejenis meteorit yang dikenal sebagai chondrites – batuan sedimen yang terbentuk di nebula matahari awal.
Karena mereka tidak meleleh, mereka adalah sampel asli dari padatan asli yang terbentuk dalam piringan protoplanet pendingin. Bagi para ilmuwan mereka adalah beberapa bahan sisa paling berharga yang dimiliki. Mereka juga jenis meteorit yang paling umum yang jatuh ke Bumi.
Chondrites mengandung padatan pertama yang terbentuk di tata surya. Dengan menganalisa mereka para ilmuwan dapat mengetahui berapa lama tata surya. Para ilmuwan dapat membongkar perjalanan 4,5 miliar tahun dari nebula matahari, ke piringan protoplanet, ke tata surya yang kita lihat hari ini. Bumi terbentuk dari nebula ini, jadi perjalanan kita, tentu saja terutama para ilmuwan, untuk memahaminya juga merupakan perjalanan penemuan diri. Ini memungkinkan kita memahami rumah kita sendiri di luar angkasa.[]