Bayangkan Locke dan Berkeley sedang jalan-jalan bareng di sekitar Christ Church Meadow di Oxford. Mereka ngobrol soal filsafat. Locke menggigit sebuah apel langsung dari salah satu pohon yang ada di sana, lalu berkata, “George, rasa apel ini sekarang lebih banyak memberitahu tentang diriku daripada tentang apel. Dan bukankah ada banyak hal tentang apel yang tidak aku dapatkan, dan tidak bisa aku dapatkan, dengan mencicipinya?”
John Locke (1632-1704) dan George Berkeley (1685-1753) sebenarnya tidak pernah bertemu. Meskipun keduanya percaya bahwa semua pengetahuan kita awalnya berasal dari indra, tapi mereka memiliki pandangan yang berbeda tentang sifat realitas yang disingkapkan oleh pengalaman. Menurut Berkeley, objek itu dibentuk oleh ide dan oleh karena itu ia tergantung kepada pengamat dan tidak eksis tanpa adanya pikiran yang memersepsinya: motto Berkeley adalah ‘untuk ada harus terpersepsi’. Locke, di sisi lain, beranggapan bahwa dunia eksternal itu eksis secara independen dari pikiran, dan objek di dalam dunia eksternal memiliki apa yang disebut sebagai ‘kualitas primer’. Kualitas primer terdiri sifat fisikal sebuah benda. Indra kita berinteraksi dengan kualitas primer untuk memunculkan ‘kualitas sekunder’ (atau sensasi), seperti warna, rasa, dan bau.
Dengan dua perspektif tersebut, saya akan mengajukan sebuah jawaban yang akan diberikan oleh Berkeley kepada Locke jika Locke bertanya apakah ada hal lain tentang apel di luar yang dapat dipahami oleh orang yang merasakannya. Berkeley akan mengatakan bahwa tidak ada apa-apa di dalam apel selain ide tentang apel yang dibentuk berdasarkan pengalaman indrawi, karena bagi Berkeley apel tidak terdiri dari apa pun selain pengalaman indrawi seseorang tentangnya (dalam terminology Berkeley dan Locke, pengalaman indrawi tentang objek adalah ‘ide’ tentang objek tersebut). Saya kemudian akan membuktikan bahwa jawaban Berkeley ini tidak masuk akal karena dua alasan. Pertama, ia tidak bisa mengenali kompleksitas inheren yang dimiliki oleh objek. Kedua, ia tidak bisa menjelaskan kesalahan dalam persepsi.
Dunia Berkeley
Berkeley akan menanggapi pertanyaan Locke dengan mengatakan pertanyaan tersebut tidak koheren dan tidak berdasar, karena apel, menurutnya, tidak memiliki eksistensi yang independen dari persepsi kita tentangnya. Eksistensi apel justru terdiri dari kumpulan idea di dalam pikiran, dan oleh karena itu realitas apel itu tak lain adalah beragam persepsi tentangnya.
Berkeley menolak gagasan Locke tentang substansi material. Dia menyatakan bahwa kata ‘material’ dan ‘substansi’ tidak dapat merujuk pada kualitas yang kita anggap dimiliki oleh objek yang independen dari pikiran, seperti “bentuknya, geraknya, dan kualitas terindra lainnya”, karena ‘material’ dan ‘substansi’ itu sendiri adalah ide yang ada di dalam pikiran (A Treatise Concerning the Principles of Human Knowledge, hlm. 29, 1710). Bagi Berkeley, membicarakan ide tentang segala sesuatu yang tidak ada di dalam pikiran itu termasuk kontradiksi.
Berkeley juga mengklaim bahwa karena pemikiran dan ide kita tentang objek adalah realitas dari objek tersebut, maka persepsi dan pemikiran kita adalah representasi akurat dari realitas segala hal. Dengan klaim ini, Berkeley menyatakan bahwa prinsipnya bertentangan dengan prinsip skeptisisme. Jika dia sadar memersepsi sesuatu, maka kesadaran ini sendiri adalah bukti yang cukup untuk tidak meragukan realitas. Artinya, dia menegaskan bahwa tidak perlu untuk menanyakan relasi antara ide dan eksistensi sesuatu, karena, sebagaimana dia katakan, “bahwa apa yang aku lihat, dengar, dan rasakan itu benar-benar ada, yaitu dipersepsi olehku, tidak aku ragukan lagi dibanding keberadaanku sendiri” (hlm. 38).
Idealisme Berkeley menggoda kita untuk mempertanyakan apa yang mengisi pikiran kita dengan beragam pemikiran dan ide. Dia menyatakan bahwa saat membuka matanya, dia tidak bisa memilih apa yang akan dipersepsi oleh indranya (hlm. 34). Ini mendorongnya untuk percaya bahwa beragam ide di dalam pikirannya tidak mungkin diciptakan dengan kehendaknya sendiri. Semua itu pasti dimasukkan ke dalam pikirannya oleh “kehendak atau spirit lain yang memproduksinya”. Secara lebih spesifik, ide kita itu dimasukkan ke dalam diri kita oleh kehendak sebuah spirit yang lebih kuat dan berdaya dibanding kita sendiri—yaitu, Tuhan.
Berkeley juga menegaskan bahwa semua bentuk “ketetapan, keteraturan, keserasian” menunjukkan bahwa Tuhan tidak memberi kita ide tanpa alasan. Menurutnya, ini menunjukkan bahwa Tuhan itu adalah perancang ide yang bijak nan baik. Hal ini pada gilirannya memungkinkan Berkeley untuk menyimpulkan bahwa ide dan pengalaman adalah bagian dari tatanan alamiah benda-benda yang diatur oleh Tuhan. Oleh karena itu kita dapat memastikan bahwa pengalaman dan sensasi yang kita miliki ketika menggigit apel itu sepenuhnya sama dan sebanding dengan apel itu sendiri, karena Tuhan yang bijak dan baik yang mengatur hukum alam dan ide kita tidak mungkin menipu kita.
Tidak Ideal
Kesulitan pertama yang muncul bagi Berkeley dari pertanyaan Locke itu terkait dengan gagasan bahwa objek tidak terdiri dari apa pun selain ide (sensasi) kita tentangnya. Penyelidikan terhadap struktur objek membuktikan bahwa indra kita tidak memberitahu kita segala sesuatu yang perlu diketahui tentang objek, dan bahwa selalu ada hal yang lain yang perlu untuk ditemukan. Ketika kita memeriksa objek secara ilmiah, kita dapat melihat bahwa objek itu memuat kompleksitas yang jauh lebih banyak dibandingkan yang tampak kepada indra kita, dan kompleksitas tersebut sudah ada sebelum pengetahuan dan persepsi kita tentangnya. Semisal, objek fisikal memiliki struktur atomik yang tidak dapat dipersepsi tanpa instrumen saintifik tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa pasti ada hal yang lebih banyak terkait apel daripada sekadar ide sederhana yang kita bentuk melalui indra. Oleh karena itu, metafisika Berkeley tidak memadai untuk menjelaskan sifat objek.
Locke akan menyepakati keberatan ini, dan berpendapat bahwa ide kita tentang objek itu didasarkan pada kualitas sekundernya. Kualitas sekunder tersebut bergantung pada kualitas primer objek, yang eksis secara independen dari persepsi kita tentangnya. Ini menggambarkan bahwa kita tidak bisa menyimpulkan semua kualitas sekunder (indrawi) yang dapat diberikan objek jika kita hanya memiliki indra manusia normal akan kualitas-kualitasnya.
Keberatan ini memungkinkan kita mempertanyakan teori Berkeley lebih lanjut. Mengapa Tuhan yang bijak dan baik itu memberi pikiran kita ide tentang apel dan tidak memungkinkan kita untuk sepenuhnya mengalami berbagai kemungkinan sensasinya?
Masalah kedua bagi teori Berkeley adalah bahwa ia tidak bisa menjelaskan kesalahan dalam persepsi. Idealisme Berkeley mencela semua bentuk skeptisisme: kita harus memercayai masukan dari indra kita. Selain itu, Berkeley menduga bahwa tidak ada objek yang independen dari pikiran yang bisa kita jadikan pembanding dan alat ukur validias ide kita. Kita harus menerima saja bahwa semua ide kita adalah beragam sifat dari sebuah objek. Bagaimana kemudian kita bisa menjelaskan kemungkinan kesalahan? Misalnya, jika kita memiliki ide tentang tongkat di dalam air yang tampak bengkok, maka kita harus menerimanya sebagai benar karena tidak hanya Tuhan yang bijak dan baik yang telah memberi kita ide tersebut tetapi juga tidak ada realitas eksternal yang dapat dibandingkan dengan ide kita untuk mengetahui apakah ide itu benar atau salah. Sebagai tanggapan, Berkeley mungkin akan mengatakan bahwa objek itu persis seperti apa yang tampak di dalam pikiran kita. Tetapi idealism Berkeley di sini mengabaikan akal sehat.
Dengan demikian, tanggapan Berkeley terhadap Locke adalah bahwa ketika menggigit apel tidak ada apa pun selain ide tentang apel di dalam pikiran kita. Dengan kata lain, tidak ada kualitas di dalam apel itu sendiri selain yang tersedia kepada indra dan kognisi manusia. Namun, jawaban ini memiliki dua masalah mendasar. Pertama, ketidakmampuannya untuk menjelaskan fakta bahwa kita tidak mengalami semua kualitas objek. Artinya, ada banyak kompleksitas yang awalnya takteramati ditemukan di dalam objek saat kita memeriksa lebih lanjut objek tersebut. Ini menunjukkan bahwa indra kita tidak secara penuh mengetahui objek dan membuktikan dengan sangat kuat bahwa beberapa kualitas (primer) di dalam objek itu ada sebelum pengenalan indrawi terhadapnya. Masalah kedua dari tanggapan Berkeley adalah bahwa ia tidak bisa menjelaskan kesalahan. Fakta bahwa kita bisa salah terkait apa yang kita lihat menunjukkan bahwa ada kemungkinan ‘ketidaksesuaian’ antara persepsi dan realitas. Ketidaksesuaian ini hanya dapat terjadi jika ada realitas eksternal yang independen dari pikiran tempat sebuah objek berada. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa idealisme Berkeley tidak masuk akal.
*Diterjemahkan dari “Locke’s Question to Berkeley” karya Alessandro Colarossi di Philosophy Now edisi 131.