Margaret Archer (1943-2023)

Archer mengatakan, adalah mungkin bagi kita untuk menciptakan Utopia-Utopia yang Konkret daripada hanya sekadar berandai pada kemungkinan. 

Rangga Kala Mahaswa
Rangga Kala Mahaswa
Pembaca Antroposen

Margaret Scotford Archer (20 Januari 1943 – 21 Mei 2023), atau yang lebih sering dikenal sebagai Margaret ‘Archer’, sedangkan di tongkrongan Jejaring Realisme Kritis (Critical Realism Network) panggilan akrabnya Maggie. Archer adalah seorang sosiolog Inggris yang dikenal atas karya dan kontribusinya dalam bidang sosiologi teoretis dan filsafat sosial. Ia menjadi bagian penting di London School of Economics (LSE) bersama Roy Bhaskar ketika mengembangkan realisme kritis. Setelah menyelesaikan studi doktoralnya di University of London, Archer membangun karir akademik yang panjang dan produktif, termasuk mendapatkan kesempatan mengajar di University of Reading dan University of Warwick.

Archer dikenal karena teorinya dalam bidang ontologi sosial mengenai dualisme struktur-agen dan pendekatan morfogenesis terhadap perubahan sosial. Ia berpendapat bahwa struktur dan agen harus dipahami sebagai dua entitas terpisah, bukan sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Archer, struktur adalah kondisi awal yang mempengaruhi tindakan dan pilihan agen, sementara tindakan dan pilihan agen sendiri dapat mempengaruhi dan mengubah struktur. Artinya, masyarakat bergerak melalui siklus morfogenesis yang melibatkan kondisi awal (struktur), interaksi (antara agen dan struktur), dan hasil (perubahan atau keberlanjutan struktur).

Sebagai seorang realis kritis, Archer juga memiliki pemikiran yang senada dengan Bhaskar bahwa realitas sosial ada secara independen dari pemahaman manusia tentangnya. Ini berarti bahwa masyarakat dan struktur sosial tidak hanya produk dari pikiran atau persepsi manusia, tetapi juga memiliki realitas dan efikasi tersendiri. Menurut Archer, sangatlah penting untuk memahami dan menganalisis struktur sosial ini untuk mendapatkan pemahaman bagaimana masyarakat berfungsi dan berubah. Selain itu, konsep refleksivitas (reflexivity) Archerian menempatkan posisi individu tidak hanya sebagai pihak yang dipengaruhi oleh lingkungan sosial mereka secara total, tetapi juga sebagai pihak yang dapat merespons balik dengan cara tertentu karena kapasitas mereka sebagai individu untuk berpikir dan merenung. 

Hal ini menandakan bahwa individu memiliki peran aktif dalam membentuk identitas dan tindakan mereka sendiri, serta dalam membentuk masyarakat yang di dalamnya mereka hidup. Konsep ini digunakan untuk menguatkan argumentasi tentang teori kebudayaan dalam realisme kritis, bahwa budaya harus dipahami sebagai domain semi-otonom yang memiliki efikasinya sendiri terhadap individu dan masyarakat, dan tidak semata-mata ditentukan oleh struktur sosial atau ekonomi. 

Tentu saja Archer memiliki nama yang besar setelah Bhaskar (1944-2014) ketika mengembangkan pendekatan realisme kritis dalam bidang sosiologi dan kajian budaya. Sejujurnya, saya mengenal pemikiran Archer ketika menemukan kebuntuan dalam membaca karya klasik kedua Bhaskar yang berjudul The Possibility of Naturalism—Kemungkinan Naturalisme dalam Ilmu Sosial. Saat itu, Bhaskar (1979) sempat memperkenalkan Model Transformasi Aktivitas Sosial atau Transformational Model of Social Activity (TMSA), yang menolak doktrin individualisme metodologis tetapi menerima dimensi terberi dari struktur sosial (pre-given of the social) dan suatu perubahan sosial atau reproduksi sosial ditentukan oleh dimensi sosialisasi di antara masyarakat dan individu. Tentu saja, gagasan Bhaskar terbuka lebar untuk dikritik lebih lanjut. 

Ketika wacana ontologi sosial masih didominasi oleh Anthony Giddens dengan gagasan dualitas strukturnya, Archer melontarkan kritik terhadap TMSA Bhaskar yang dianggap problematis ketika Bhaskar bersikukuh untuk menggabungkan struktur dan agensi dalam satu kesetangkupan yang setara. Selain itu, Archer mengkritisi ulang bahwa kondisi pra-adanya masyarakat juga selalu memberikan konteks di mana individu akan bertindak, tetapi juga di saat bersamaan masyarakat akan selalu bergantung pada aktivitas manusia untuk selalu mereproduksi dan/atau mentransformasi ‘struktur’ setiap saat. Asumsi Bhaskar tentang ‘yang-sosial’ kemudian dikembangkan oleh Archer melalui konsep refleksivitas dalam menjelaskan proses transisi dari morfostatis (morphostatic) ke morfogenesis (morphogenetic). Secara sederhana, masyarakat bergerak melalui tahap awal kondisi (struktur), interaksi (antara agen dan struktur), dan hasil (perubahan atau keberlanjutan struktur). Agen memiliki peran penting dalam membentuk dan mengubah struktur masyarakat, tetapi masyarakat juga memiliki efikasi yang signifikan pada agen ketika mereproduksi ‘yang-stabil’.

Harapan Bhaskar tentang tujuan realisme kritis di masa depan sebetulnya adalah untuk mendorong bagaimana suatu teori dalam disiplin ilmu tertentu memiliki kerangka eksplanasinya masing-masing secara mandiri. Secara garis besar realisme kritis merujuk pada i) penolakan atas model kausalitas ‘konjungsi konstan’ Humean, yang dianggap tidak mencukupi sebagai basis empiris bagi konseptualisasi atas realitas sosial; ii) ontologi terstratifikasi (stratified ontology) dari tatanan sosial yang mengandaikan adanya ‘lapisan-lapisan’ yang merujuk pada ‘yang-emergen’ (the emergent) dan ‘konsekuensi kausal’; (iii) penolakan atas pembacaan struktural/kultural vs agensial ketika menegaskan ‘kausalitas’ dalam domain sosial; (iv) bertopang pada tiga kecukupan eksplanatoris realisme kritis (realisme ontologis, relativisme epistemik, dan rasionalitas penilaian). 

Archer (2020) mencoba memenuhi harapan Bhaskar melalui program eksplantoris morfogenesis/morfostatis dalam rangka mendukung pendekatan interdisipliner ketika menginvestigasi perubahan/stabilitas/resistensi bentuk, proses, praksis, kebijakan, dan institusi sosial secara historis dan geografis. Hal ini dikarenakan oleh beberapa alasan, yakni tentang pandangan umum realisme kritis yang selalu mengandaikan adanya penjelasan tertentu, termasuk sosial, yang membutuhkan daya kausal khusus sehingga suatu konfigurasi sosial dapat dipertahankan pada waktu tertentu. Tentunya, pengandaian daya kausal ini berkonsekuensi pada adanya konstitusi ontologis yang sepenuhnya bergantung pada aktivitas tertentu yang melatarbelakanginya, terlepas dari apa pun tindakan dan gagasan individu yang memunculkan ‘faktor non-manusia’ seperti budaya dan struktur sosial tertentu. 

Archer lantas memperjelas bentuk daya kausal ini dengan setidaknya mempertimbangkan pemantik perubahan sosial, di mana suatu perubahan secara niscaya mempertimbangkan (i) hubungan manusia yang terstruktur atau ketergantungan pada konteks (context-dependence), sebab tidak mungkin ada tindakan tanpa konteks—atau saya menerjemahkannya sebagai tersituasikan atau situated artinya tidak mungkin ada context-less action. Berikutnya, (ii) tindakan manusia selalu memiliki ketergatungan aktivitas (activity-dependence), meskipun keluarannya berjarak sekalipun, seperti PDB (Pendapatan Domestik Bruto), hingga perubahan iklim di epos Antroposen, yang keduanya tidak mungkin ada tanpa bergantung pada tindakan manusia. Terakhir, (iii) gagasan manusia selalu bergantung pada bentuk aktivitasnya (concept-dependence), seperti melakukan voting, membayar pajak, membuka rekening bank, menimbun barang-barang kebutuhan dasar saat pandemi, yang semua tindakannya selalu mensyaratkan gagasan/ide/konsep betapapun mereka melakukan salah-arah atau ambigu. Dengan demikian, menurut Archer (2020), ketiga bentuk ketergantungan dari yang-sosial tersebut menghasilkan kesimpulan yang justru berkebalikan dengan apa yang dipercaya oleh Bhaskar sebagai Possibility of Naturalism, sehingga dapat dengan tepat disebut sebagai Impossibility of Naturalism

Alasan rasionalisasi Archer untuk memisahkan yang-natural dari yang-sosial adalah karena masih adanya pengandaian baahwa daya kausal struktur sosial tidak dapat berjalan secara mandiri meskipun terdapat satu pra-kondisi yang memungkinkan adanya dimensi sosial yang berasal dari alam, misalnya latar belakang geografis, lanskap, dan lingkungan hidupnya. Akan tetapi, Archer tetap menarik satu teori dalam membentuk tatanan sosial yang berpijak pada SAC (SocialAgency, dan Culture). 

Pertama, jika kita hanya berpijak pada pandangan ontologi sosial (OS) untuk menjelaskan seluruh dimensi sosial, maka penjelasan tersebut tidak akan mungkin pernah ditemukan secara penuh. Meskipun kita berpaling dari satu pandangan Bhaskar tentang OS menuju Archer tentang pendekatan morfogenesis (PM) pun belum tentu dapat secara tepat mengakomodasi bagaimana dunia sosial dapat dikonseptualisasi secara awam. Artinya, meskipun OS tidak menjelaskan apa pun, tawaran Bhaskar tentangnya masih cukup menarik, sebab proyeknya berkaitan dengan kekeliruan epistemik mengenai skematisasi ontologi sosial yang selama ini telah dibangun—ketika kita mengeklaim apa yang seharusnya bersifat ontologis untuk direduksi menjadi sekadar apa yang senyatanya kita pahami. Bhaskar pun tidak pernah mengeklaim bahwa kita memiliki momen untuk mengakses dunia secara langsung dan sempurna, termasuk tatanan sosial yang dibuat oleh manusia sekaligus. Terdapat tiga strata (empiris, aktual, dan riil) yang memungkinkan kita mengetahui dan memahami kompleksitas yang ada pada dunia sosial. Sistem dari dunia sosial bersifat lebih terbuka, tidak seperti tatanan yang dapat direkayasa di dalam laboratorium sebagai sistem tertutup, oleh karena dunia sosial selalu memiliki kemungkinan akan perubahan yang kontingen. Dengan sendirinya, OS tidak akan dapat memberikan penjelasan yangspesifik bagi peneliti sosial, sehingga PM Archer dapat memberikan pedoman konseptual yang lebih memadai perihal perubahan sosial. 

Selanjutnya, dalam rangka memperjelas posisi OS dalam pendekatan ilmu sosial, Archer memberikan contoh sebagaimana (Gambar 1), bahwa terdapat siklus morfogenesis dalam pola sosial yang terbagi {Kondisi Struktural dan Budaya (Structural and Cultural Condition) → Interaksi Sosial (Social Interaction) → Elaborasi Struktural dan/atau Budaya (Structural and/or Cultural Elaboration)}. Akan tetapi, pendekatan PM/M Archer masih bersifat abstrak dan terbatas pada bentuk OS sehingga diperlu adanya tambahan kerangka pelengkap berupa Program Penjelas (Explanatory Programme) dan Teori Sosial Praktis (Practical Social Theory). Dengan demikian, dapat disimpulkan perlu adanya tahapan dari OS → PP → TSP untuk dapat mengatasi stagnasi perkembangan realisme kritis dalam bidang sosial.

Pembacaan dunia sosial tidak dapat hanya berhenti pada pertanyaan ontologisnya semata, semisal ‘apa yang memungkinkan adanya dunia sosial’, tetapi juga mempertanyakan lebih jauh bagaimana interaksi antaragen, yang-sosial dan yang-kultural, bergerak dan dapat dijelaskan secara ketat dalam praktik-praktik sosial yang lebih holistik dalam menjangkau berbagai bentuk perubahan sosial yang mungkin saja terlewatkan pada sebuah proyek penelitian sosial. 

Gambar 1. Bentuk Diagram Siklus Morfogenesis Archerian (Archer, 1995: 157). 

Gambar 1. Bentuk Diagram Siklus Morfogenesis Archerian (Archer, 1995: 157). 

Alih-alih skema dualitas, skema dualisme dipilih oleh Archer karena dapat memberikan kerangka analitis yang lebih memadai untuk memetakan secara jelas dan terpilah bentuk-bentuk struktur sosial yang berbeda berikut interaksi di antara mereka. Pemetaan analitis ini memungkinkan teoretisasi sosial untuk tidak hanya berhenti pada tingkat strukturasi, melainkan juga restrukturasi tatanan sosial dalam bentuknya yang baru—sebagaimana tervisualisasikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Pertama, ‘struktur’, ‘budaya’, dan ‘agensi’ adalah jenis entitas yang memiliki pendasaran ontologis yang berbeda. Sementara itu di saat bersamaan, ketiganya beroperasi secara diakronis selama periode waktu tertentu, sebab (i) struktur dan budaya seringkali terberi dan mendahului tindakan yang juga ikut mengubah keduanya, sedangkan (ii) elaborasi keduanya diperlukan setelah suatu tindakan tertentu terjadi. Artinya, pada suatu skala waktu (tn), struktur, budaya, dan agensi eksis secara terpisah tetapi saling terkait dan mampu mendefinisikan satu sama lain. Temporalitas bersifat intrinsik pada suatu tahap konstitusi dan karenanya harus berada dalam setiap teori sosial realisme. Konsekuensinya, kita harus selalu siap mengakui bahwa perubahan ontologis dapat dan mungkin saja telah terjadi bahkan sebelum kita menentukan eksplanandum yang ada.

Gambar 2. Morfostatis Struktural-Budaya (Archer, 1995)

Gambar 2. Morfostatis Struktural-Budaya (Archer, 1995)

Gambar 3. Morfogenesis Struktural-Budaya (Archer, 1995)

Gambar 3. Morfogenesis Struktural-Budaya (Archer, 1995)

Secara sederhana, morfo(statis) dan morfo(genesis) merupakan sebuah proses yang berkebalikan. Jika morfostatis merupakan sebuah proses penguatan stabilitas struktural/budaya sehingga cenderung meniadakan perubahan keduanya, morfogenesis merupakan sebuah proses perubahan struktural/budaya sehingga cenderung meniadakan stabilitas keduanya. Archer memberikan contoh bagaimana bentuk sistem pendidikan di Inggris dan Prancis mampu beralih dari tersentralisasi menjadi terdesentralisasi. Perubahan ini terjadi dikarenakan adanya pengondisian budaya-stuktural, interaksi pembeda, dan elaborasi baru keduanya yang menghasilkan in-stabilitas siklus, seperti halnya, upaya penghapusan sistem perbudakan pada bentuk struktur sosial hari ini. 

Melihat beberapa contoh sederhana pemikiran Archer dalam konteks teori sosial, ia percaya bahwa tidak ada teori sosial yang dapat bertahan selamanya. Archer sangat menolak beragam bentuk metafora yang diciptakan untuk melanggengkan suatu teori sosial tertentu yang dapat bekerja di segala kondisi dan bentuk sistem budaya-sosial tertentu. Penolakan ini bukan berarti tanpa alasan. Archer menyadari bahwa selama ini pendekatan OS dalam realisme kritis sudah sewajarnya tidak hanya sekadar mendorong konseptualisasi daya kausal yang termanifestasi melalui mekanisme generatif untuk menjelaskan latar belakang yang terberi pada satu struktur sosial tertentu, melainkan lebih dari itu, untuk menolak reifikasi atasnya. Apapun asal-usul tentang dunia sosial—yang kemudian dibedakan dengan yang-alam—dunia sosial tetaplah hanya segudang ‘tindakan’ agen, baik dalam bentuk kepercayaan, pemikiran, atau proyeksi imajinatif, yang berelasi secara timbal balik dengan struktur sosial  dalam mempertahankan suatu entitas sosial pada tingkatan tertentu dan menjadikannya bertahan relatif lama pada waktu tertentu. 

Dari sekelumit pengantar singkat tentang Archer ini, pilihan OS peneliti sosial akan kembali pada preferensi agensialnya masing-masing. Namun, tentu saja, Archer tidak seperti Giddens atau Bhaskar. Ia lebih berpandangan bahwa agensi tidak dapat direduksi pada bentuk tindakan sosialnya yang terepresentasikan dalam wujud institusi, dan sebaliknya, suatu institusi sosial juga tidak dapat direduksi pada bentuk tindakan sosial pada agen. Mungkin saja, beberapa tindakan yang dianggap tidak penting, seperti memilih untuk bermalas-malasan daripada bekerja penuh waktu atau memilih berkampanye untuk menyuarakan hak-hak multispesies, akan berubah menjadi bentuk yang tersentralisasi pada suatu fondasi sosial tertentu di masa depan. Terdapat berbagai kemungkinan atas pola-pola tindakan agensial saat ini, seperti mengubah status quo yang belum berhasil, tetapi akan jadi mungkin jika tindakan tersebut menjadi simbol dalam interaksi dan elaborasi lanjutan pada dimensi struktural dan kultural dalam ruang waktu tertentu. 

Perlu digarisbawahi, ketika kita membaca Archer secara parsial, konsekuensi yang mungkin untuk muncul adalah bahwa yang ‘riil’ dari sistem sosial bukanlah berasal dari agensi atau individu per se, apalagi suatu sistem sosial yang sering kita sebut sebagai institusi—yang seolah-olah mendeterminasi segalanya. Pertanyaan lebih lanjutnya: kapan kita dapat mengatakan sebuah transformasi suatu kelas sosial itu benar-benar terjadi? Archer (2019) mengatakan, adalah mungkin bagi kita untuk menciptakan Utopia-Utopia yang Konkret (Concrete Utopias) daripada hanya sekadar berandai pada kemungkinan. 

Artinya, apa yang ‘Riil’, utamanya dalam pandangan Bhaskar, belum tentu ‘realistis’. 

Selamat Jalan, Maggie! 


Bacaan Lanjutan

Archer, M. S. (1995). Realist social theory: The morphogenetic approach. Cambridge University Press.

Archer, M. S. (1996). Culture and agency: The place of culture in social theory. Cambridge University Press.

Archer, M. S. (2019). Critical realism and concrete utopias. Journal of Critical Realism18(3), 239-257.

Archer, M. S., & Elder-Vass, D. (2012). Cultural system or norm circles? An exchange. European Journal of Social Theory15(1), 93-115.

Archer, M. S., & Morgan, J. (2020). Contributions to realist social theory: An interview with Margaret S. Archer. Journal of Critical Realism19(2), 179-200.

Archer, M., Bhaskar, R., Collier, A., Lawson, T., & Norrie, A. (Eds.). (2013). Critical realism: Essential readings. Routledge.

Archer, M.S. (2013). Social Morphogenesis and the Prospects of Morphogenic Society. In: Archer, M. (eds) Social Morphogenesis. Springer, Dordrecht. https://doi.org/10.1007/978-94-007-6128-5_1

Archer, M.S. (2020). The Morphogenetic Approach; Critical Realism’s Explanatory Framework Approach. In: Róna, P., Zsolnai, L. (eds) Agency and Causal Explanation in Economics. Virtues and Economics, vol 5. Springer, Cham. https://doi.org/10.1007/978-3-030-26114-6_9

Bhaskar, R., (1998), The Possibility of Naturalism (3rd edition), London: Routledge.

Elder-Vass, D. (2007). For emergence: refining Archer’s account of social structure. Journal for the theory of social behaviour37(1), 25-44.

Elder-Vass, D., & Morgan, J. (2022). ‘Materially social’critical realism: an interview with Dave Elder-Vass. Journal of Critical Realism21(2), 211-246.

Price, L., & Martin, L. (2018). Introduction to the special issue: applied critical realism in the social sciences. Journal of critical realism17(2), 89-96.

*Beberapa artikel jurnal Archer dapat ditelusuri lebih lanjut di laman Journal of Critical Realism : https://www.tandfonline.com/action/doSearch?AllField=margaret+archer&SeriesKey=yjcr20

Bacaan Lainnya