Berikut ini adalah terjemahan wawancara Richard Bright dengan James Ladyman yang terbit di Interalia Magazine pada bulan November tahun 2015. Teks wawancara ini diterjemahkan dan diterbitkan di situs Antinomi Institute untuk keperluan diseminasi epistemik dan atas izin dari pihak Interalia Magazine sendiri.
Dalam wawancara eksklusif ini, James Ladyman mendiskusikan bagaimana metafisika dapat berkontribusi pada pengetahuan objektif, yang secara khusus didasarkan pada sains kontemporer sebagaimana adanya, dan bagaimana sebuah pandangan relasional fundamental dari realitas memungkinkan untuk membantu dalam memikirkan kesadaran.
Richard Bright: Untuk memulai wawancara ini, bisakah anda memberikan beberapa kata tentang latar belakang anda dan bagaimana anda kemudian tertarik pada filsafat dan, khususnya, filsafat sains dan filsafat fisika?
James Ladyman: Saya mempelajari sains pada tingkat A dan melanjutkan kuliah untuk studi matematika murni. Saya mengambil mata kuliah pilihan dalam filsafat dan saya sangat senang mempelajarinya dan kemudian berlanjut dengan epistemologi dan Wittgenstein. Dalam tahun-tahun terakhir kuliah saya studi fisika teoretis, dan fondasi mekanika kuantum dengan Tony Sudbery. Hal tersebut menginspirasi saya untuk kuliah pada jenjang magister sejarah dan filsafat sains dan matematika. Kemudian saya mengejar doktor filsafat dengan Steven French yang fokus dalam filsafat sains. Sejak mulai menjadi dosen saya mengajar filsafat sains secara umum dan juga beberapa area filsafat fisika dan matematika. Saya memiliki ketertarikan luas pada area lain filsafat khususnya logika filosofis dan metafisika.
RB: Buku anda, Every Thing Must Go: Metaphysics Naturalized (ditulis bersama Don Ross), memiliki judul yang menarik (dan menantang). Apa artinya ‘every thing’ yang harus hilang?
JL: Hal-hal yang harus hilang bukanlah hal-hal dari diskursus sehari-hari ataupun entitas teoretis dari beberapa varian sains, tapi hal-hal yang sering dibayangkan oleh para filsuf. Yang saya maksud adalah beberapa materi yang diduga sebagai hal-yang-subsisten-oleh-dirinya-sendiri dan hal-yang-terindividuasi-oleh-dirinya-sendiri dan membawa sifat intrinsik. Gagasan bahwa dunia tersusun oleh hal-hal yang kecil sering kali bukan komitmen yang eksplisit tapi sebuah gambaran pemandu dan metafora yang merusak pemikiran metafisik. Hal tersebut merupakan amalgam gagasan dari gambaran yang termanifes (manifest image) dan fisika partikel material klasik. Berpikir tentang sesuatu perlu untuk merangkul bagaimana sains menggambarkannya dalam model dan teori saintifik, bukan dalam versi yang didomestikasi yang sering digunakan.
RB: Dibandingkan dengan bidang filsafat lainnya, metafisika sering dicemooh oleh para saintis. Dalam buku anda, anda memberi kesan bahwa banyak dari metafisika analitik kontemporer yang tidak bernilai, dan mengajukan sebuah program yang tujuannya untuk mempersatukan sains dengan mengacu pada fisika fundamental. Metafisika macam apa yang hendak anda ajukan dan apa implikasinya bagi pertanyaan seperti “apa itu kausalitas?” dan “apakah dunia itu nyata?”
JL: Saintis dan orang lain terkadang mencemooh filsafat dengan berbasis pada eviden yang sangat sedikit. Terdapat banyak karya luar biasa yang cemerlang dalam metafisika tapi ada sebuah keunggulan metodologi apriori dan kekurangsinambungan dengan pengetahuan saintifik. Artinya, meskipun karya-karya tersebut bernilai, karena sering menunjukan argumen dan konsep yang ketat, jelas, dan canggih, sebagaian besar metafisika tidak relevan untuk seseorang yang tertarik dengan sifat alamiah realitas. Gagasan kita adalah bahwa metafisika naturalis ada untuk mengatakan bagaimana dunia dalam terang sains, dan untuk mengatakan sesuatu tentang bagaimana ontologi sains berhubungan satu sama lain dan dengan fisika. Kita mendefinisikan fisika fundamental sebagai sains yang umum secara maksimal sesuai dengan skala yang diaplikasikannya. Kita berargumen bahwa meskipun kita belum punya pendekatan pada sebuah level yang fundamental maupun alasan untuk berpikir bahwa ada hal semacam itu dan maka dari it kita harus mempersatukan sains tanpa mengacu padanya. Kita melakukan ini dengan gagasan relativitas skala ontologi dan pola riil. Pola riil memiliki struktur kausal/semacam-hukum, jadi kita realis tentang kausasi (causation), tetapi juga pluralis tentangnya sehingga kausasi dalam dinamika evolusioner secara prinsipiel berbeda dari, misalnya, dalam ranah ekonomi dan kedokteran. Dunia yang dipahami sebagai sebuah totalitas, sebuah entitas tunggal yang selesai, mungkin saja tidak eksis, tetapi terdapat banyak hal yang melingkupi galaksi, sel, virus, atom, radiasi elektromagnetis, dan jangan lupa manusia.
RB: Anda juga mengatakan dalam buku anda bahwa teori fisika fundamental saat ini tidak berurusan dengan apa yang anda sebut ‘ihwal-mikro’ dan ‘benturan-mikro’. Apa yang anda maksud dengan mengatakan hal demikian?
JL: Gagasan bahwa kausasi terdiri dari beberapa hal yang saling membenturkan satu sama lain adalah bagian dari gambaran yang dijelaskan di atas. Orang-orang sering kali sulit untuk memahami kausasi dalam sains karena mereka berpikir secara implisit tentangnya dalam artian objek fisik yang berinteraksi seperti halnya dalam gambaran yang termanifes. Dalam sains, kausasi dapat berada pada level populasi ataupun individu, dan dapat juga bersifat probabilistik dan juga deterministik. Korelasi sendiri bukanlah kausasi tetapi statistika yang sering menjadi satu-satunya akses pada struktur kausal dalam sains. Metode ini memiliki sedikit kemiripan dengan gagasan sehari-hari tentang penyebab atau versi filosofis tentangnya seperti kondisi yang nisacaya dan cukup (necessary and sufficient condition).
RB: Akhir-akhir ini ada debat, khususnya dalam biologi, tentang gagasan individualitas. Apa pandangan anda tentang ini, bukan hanya dalam perspektif biologis, tapi di bidang lain seperti psikologi?
JL: Saya pikir kita telah belajar dalam berbagai sains bahwa tidak ada satu himpunan individu fundamentalpun dan individualitas tersebut muncul dalam beberapa bentuk yang berbeda dan mungkin saja sebuah persoalan derajat tertentu. Dalam satu hal, organisme seperti kumpulan orang adalah koloni karena mereka tidak dapat mencerna makanan tanpa bakteri yang hidup di dalam perutnya. Secara umum mikroba membuat sebuah proporsi kehidupan yang besar di Bumi dan mereka tidak sesuai dengan gagasan standar individu yang kita dapat dari pemikiran tentang bahan kering yang berukuran sedang dan organisme individu seperti anjing dan manusia. Tanaman juga tidak. Pengerian diri terpadu tunggal merupakan sebuah pencapaian kognitif yang dapat roboh dalam beberapa cara yang berbeda. Di sisi lain, saya pikir menggambarkan orang-orang individu sejauh mereka eksis adalah sesuatu yang penting. Fakta bahwa diri bukanlah suatu hal dalam pengertian yang disketsakan di atas tidak berarti bahwa tidak ada individu sama sekali atau malah diri itu tidak eksis sama sekali.
RB: Melanjutkan dari sini, bagaimana metafisika saintifik berhubungan dengan pemahaman tentang kesadaran?
JL: Saya tidak memiliki pandangan yang spesifik tentang hal tersebut tapi saya akan meminta orang-orang untuk berpikir tentang kesadaran tanpa secara eksplisit mengasumsikan metafisika yang diturunkan dari gagasan filosofis tradisional dan hal-hal dan kausasi yang didasarkan pada pemikiran tentang objek paradigmatik seperti meja. Kita juga harus memikirkan kesadaran dalam terang integrasi sains, ontologi yang relatif terhadap skala dan relasi asimetris antara fisika dan cabang-cabang sains lainnya. Jadi, saya meragukan bahwa kesadaran itu eksis dalam skala-waktu yang sangat pendek dan sudah jelas bahwa kesadaran juga tidak eksis jika otak bersuhu terlalu panas atau dingin.
RB: Realisme struktural merupakan sebuah pandangan yang populer dalam filsafat sains, dan bentuk ontik dari realisme struktural tampak memiliki implikasi untuk perdebatan tentang kesadaran. Bisakah anda mengatakan yang selebihnya tentang ini?
JL: Realisme struktural sering dikarakterisasikan sebagai pandangan bahwa teori saintifik hanya memberitahu kita tentang bentuk atau struktur dari dunia takteramati dan bukan tentang sifat alamiahnya. Hal meninggalkan pertanyaan seperti apakah sifat alamiah sesuatu yang diajukan menjadi tak dapat diketahui untuk beberapa alasan tertentu atau dieliminasi semuanya. Jadi, satu cara untuk berpikir tentang realisme struktural adalah seperti modifikasi epistemologis atas realisme saintifik dengan efek bahwa kita hanya meyakini apa yang teori saintifik beri tahu kita tentang relasinya yang dimasukan oleh objek takteramati, dan menangguhkan putusan seperti halnya sifat alamiah objek takteramati. Cara ontik untuk memikirkan realisme struktural yang saya advokasi justru mengatakan bahwa metafisika kita harus menjadi strukturalis sehingga realitas harus dipikirkan sebagai struktur dan relasi dan bukan dalam pengertian individu fundamental. Saya tidak yakin apa implikasinya bagi perdebatan tentang kesadaran.
RB: Apakah kita perlu memikirkan ulang pemahaman kita atas materi secara radikal untuk menjelaskan kesadaran?
JL: Saya tidakyakin tapimungkin saja itu merupakan sebuah konsepsi tentang materi dan dunia fisik yang lebih realistik dari yang sudah saya uraikan yang mungkin lebih kondusif untuk sains kesadaran.
RB: Debat terakhir tentang problem berat kesadaran telah membawa panpsikisme lagi kedalam diskusi. Apa pandangan anda tentang panpsikisme?
JL: Terdapat gagasan yang berbeda-beda tentang panpsikisme. Versi yang satu meyakini bahwa entitas fisik seperti partikel memiliki sifat mental dan/atau sifat intensional. Saya tidak berpikir ini masuk akal atau termotivasi dengan baik. Atom individu tidak memiliki tekanan atau volume tapi gas memilikinya. Protein dan molekul individu yang menyusun organisme tidak hidup. Saya tidak mengerti alasan macam apa untuk tidak menduga bahwa pikiran tidak seperti ini. Secara umum saya pikir menempatkan sifat-sifat fisik ekstra semata-mata pada pendekatan untuk fenomena yang muncul (emergent) meruapakan sesuatu yang tidak produktif dalam sains. Kasus ikatan kimia merupakan sesuatu yang edukatif dalam kaitannya dengan hal ini.
RB: Akhirnya, apa yang menurut anda pertanyaan, problem, atau tantangan yang paling penting yang dihadapi dalam memahami kesadaran dan apa prospek kemajuannya?
JL: Mungkin problem paling besar untuk memahami kesadaran adalah sampai pada sebuah taksonomi yang membuat jenis distingsi yang baik di antara sangat banyaknya fenomena yang berbeda yang kita asosiasikan dengan kesadaran. Terdapat sedikit persetujuan tentang apa pastinya kesdaran itu seperti halnya terdapat sedikit persetujuan tentang apa itu gerak. Bagaimanapun, saya pikir prospek untuk kemajuan sangat bagus. Sementara tidak ada jaminan bahwa kita dapat memahami pikiran, kita telah membuat kemajuan yang menakjubkan, dan kita memiliki alat baru seperti non-invasive scanning dan simulasi yang mana kita memiliki waktu yang relatif kecil untuk mengerjakannya. Sains komputer dan teknologi informasi merupakan masa pertumbuhan jika dibandingkan dengan anatomi dan fisiologi dan terdapat cakupan yang besar untuk pendekatan yang terintegrasi untuk menjadi dewasa. Sangatlah penting untuk diingat bahwa fisika kita tidak dapat dipahami oleh Descartes. Sementara kita tau banyak tentang gerak daripada yang Descartes tahu, bahkan dengan kesuksesan empiris yang menakjubkan dari relativitas dan mekanika kuantum, kita mungkin masih memikirkan sifat dasar gerak lolos dari kita. Jadi, mungkin saja dengan kesadaran.